2026, Pembully Tak Bisa Sembunyi Lagi!

RUU Sisdiknas Diminta Tindak Tegas Pembully!

JAKARTA, Matanews — Wakil Ketua Komisi X DPR, My Esti Wijayati, meminta pemerintah Indonesia menilik kebijakan Korea Selatan yang mulai 2026 mewajibkan perguruan tinggi memajang riwayat pembully sebagai bagian dari syarat pendaftaran mahasiswa baru.

Kebijakan yang dirancang Kementerian Pendidikan Korea sejak 2023 itu menjadi instrumen untuk menekan angka kekerasan di kalangan pelajar.

Esti menilai langkah itu dapat menjadi model sanksi sosial yang efektif untuk mendorong perubahan perilaku di lingkungan pendidikan. Menurut dia, Indonesia menghadapi masalah perundungan yang tak kalah serius, sehingga perlu mempertimbangkan pendekatan serupa.

Purbaya Disorot! Pajak Baru 70 Persen

22 jam

“Ini menarik, bisa menjadi contoh dalam penanganan sanksi sosial kepada pelaku bullying. Norma sanksi yang jelas membuat mereka yang terindikasi melakukan kekerasan lebih berhati-hati dan mampu mengendalikan diri,” ujar Esti di Jakarta, Selasa (25/11/2025).

Ia menekankan bahwa upaya pencegahan perundungan tidak dapat berjalan tanpa penguatan kapasitas guru.
Banyak pendidik, kata dia, belum memiliki kemampuan dasar dalam konseling dan manajemen konflik, terutama di sekolah yang berada di daerah terpencil atau kekurangan sumber daya.
Kondisi ini membuat sekolah sering tak siap menangani kasus perundungan secara cepat dan profesional.

“Guru perlu kompetensi konseling dan manajemen konflik. Siswa harus teredukasi, orang tua aktif terlibat, dan sekolah wajib memiliki SOP yang hidup, bukan sekadar dokumen formalitas,” katanya.

Purbaya Disorot! Pajak Baru 70 Persen

22 jam

Menurut Esti, lemahnya kapasitas sekolah membuka celah bagi kasus perundungan untuk berulang.
Karena itu, ia mendorong agar Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) memastikan adanya regulasi turunan yang rinci dan operasional, termasuk mekanisme audit dan evaluasi penanganan perundungan di sekolah.

“Tanpa aturan yang detail, pemberantasan bullying hanya menjadi rumusan normatif tanpa kekuatan implementasi,” kata Esti. (Dtw)