Kemenag Tekankan Harmoni Agama dan Kebudayaan
Kemenag Tekankan Harmoni Agama dan Kebudayaan
JAKARTA, Matanews — Kementerian Agama menggelar acara Ngaji Budaya: Haflah Mawlid al-Rasul sebagai ruang edukasi bagi generasi muda untuk mencintai seni dan budaya tanpa meninggalkan nilai-nilai agama. Kegiatan ini berlangsung di kampus UIN Walisongo, Semarang, dan diikuti ribuan mahasiswa serta masyarakat umum.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Abu Rokhmad, menyebut anak muda sebagai kelompok yang dinamis, cepat menerima informasi, sekaligus haus akan konten edukatif. Ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara keterbukaan pada arus global dengan akar tradisi bangsa.
“Budaya adalah fondasi bangsa, dan jangan pernah lupa pada ajaran agama sebagai pegangan. Generasi muda boleh progresif, tetapi jangan sampai kehilangan akar, atau dalam istilah Jawa disebut wes ora njowo,” ujar Abu dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (3/10).
Ngaji Budaya menjadi bagian dari rangkaian Blissful Mawlid yang diisi penampilan band Letto dan kelompok Gamelan Kiai Kanjeng. Penampilan seni itu menambah daya tarik acara dan mempertegas peran seni sebagai media dakwah yang mudah diterima masyarakat.
Plt. Direktur Penerangan Agama Islam, Ahmad Zayadi, menegaskan relasi antara agama dan budaya tidak bisa dipisahkan. Menurutnya, seni membuat pesan agama lebih hangat dan membumi, sesuai dengan tradisi dakwah para Walisongo yang menggunakan media budaya.
“Relasi antara agama dan kebudayaan tidak bisa dipisahkan. Seni menjadi instrumen yang membuat nilai-nilai agama lebih mudah diterima dan tidak terasa kering,” ucap Zayadi.
Kasubdit Seni Budaya dan Siaran Keagamaan Islam, Wida Sukmawati, mengingatkan bahwa keterlibatan generasi muda dalam pelestarian budaya sangat penting. Tanpa pengenalan sejak dini, katanya, ada risiko generasi muda mengalami “loss budaya” yang membuat mereka tercerabut dari akar identitasnya.
“Kalau generasi muda tidak diperkenalkan pada budaya, mereka bisa kehilangan akar budayanya,” kata Wida.
Acara Ngaji Budaya ini terbukti menjadi ruang inklusif. Kehadiran mahasiswa dari UIN Walisongo, UIN Yogyakarta, hingga masyarakat umum, memperlihatkan bahwa seni, agama, dan kehidupan sosial dapat berpadu dalam satu wadah yang harmonis.
Kemenag berharap, kegiatan serupa terus digelar untuk memperkuat spiritualitas generasi muda sekaligus menumbuhkan kecintaan mereka terhadap budaya bangsa. “Misi kami sederhana: menjadikan seni sebagai pintu masuk dakwah dan menjembatani agama dengan realitas anak muda,” ujar Abu menambahkan.
Ngaji Budaya tidak hanya menjadi perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW, melainkan juga momentum membangun kesadaran bahwa budaya dan agama adalah dua hal yang saling menguatkan dalam kehidupan bangsa. (Chl)




Warning: Attempt to read property "term_id" on bool in /home/u963642857/domains/mata.news/public_html/wp-content/themes/umparanwp/widget/widget-collection.php on line 7