Ngabret Duit Rakyat! Heboh Anak Mamih Minta Moge!

Rakean Galuh Pakuan Niskala Mulya Rahadian Fathir, tokoh masyarakat dan penggiat antikorupsi di Karatwan Galuh Pakuan

Dr. Maxi Blak-blakan! Bupati Diduga Terima Setoran!

SUBANG, Matanews — Duit Rakyat, Pengunduran diri dr. Maxi, pejabat Aparatur Sipil Negara (ASN) yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Subang, menjadi sorotan publik.

Langkah mengejutkan itu bukan sekadar pergeseran karier biasa. Di balik keputusan mundur tersebut, mencuat dugaan kuat adanya praktik “pat gulipat” berupa setoran rutin dari para kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) kepada oknum penguasa daerah.

Informasi mencengangkan ini pertama kali disampaikan oleh Rakean Galuh Pakuan Niskala Mulya Rahadian Fathir, tokoh masyarakat dan penggiat antikorupsi di Karatwan Galuh Pakuan, pada Sabtu (8/11/2025).

Menurut Fathir, pengakuan dr. Maxi soal dirinya dijadikan “sapi perahan” bukan isapan jempol. “dr. Maxi telah mengungkap secara terbuka, bahwa dirinya diminta menyetor uang ratusan juta untuk diserahkan ke bupati melalui pejabat penghubung,” ujar Fathir.

Setoran Rp100 Juta Dua Kali, Lewat Pejabat Penghubung

Dalam pengakuannya, dr. Maxi menjelaskan bahwa dirinya menyerahkan uang tunai sebesar Rp100 juta, yang disetorkan melalui Heri Sopandi, kala itu menjabat Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR).

“Uang Rp50 juta saya berikan pada April, dan Rp50 juta lagi pada Juli 2025. Semua untuk disetorkan kepada Bupati Subang,” ungkap dr. Maxi secara eksplisit.

Pengakuan ini sontak memicu reaksi keras masyarakat Subang. Sebab, bila benar, maka praktik tersebut menunjukkan adanya sistem upeti terstruktur di tubuh pemerintahan daerah.

“Ini bukan dugaan ringan. Ada pola sistematis yang menyerupai bursa saham, di mana kepala dinas menjadi ‘pemegang saham’ yang harus setor cuan demi keamanan jabatan,” kata Fathir.

Duit Rakyat
Rakean Galuh Pakuan Niskala Mulya Rahadian Fathir, tokoh masyarakat dan penggiat antikorupsi di Karatwan Galuh Pakuan

Pola Seperti Bursa Saham: Setoran Bergilir antar OPD

Fathir menjelaskan, dari sejumlah laporan yang diterimanya, mekanisme setoran dilakukan bergilir antar-OPD dengan target dana mencapai Rp500 juta setiap periode tertentu.

Setiap OPD memiliki nominal berbeda, tergantung pada potensi sumber dana dinasnya.

“Dinas yang potensial seperti PUPR bisa kebagian Rp250 juta, sisanya dibagi ke OPD lain dengan kisaran Rp100 juta, Rp50 juta, dan seterusnya,” ujarnya.

Uang tersebut, kata Fathir, dikumpulkan oleh kolektor yang ditunjuk langsung oleh penguasa daerah, kemudian disetorkan sesuai kebutuhan pribadi sang pejabat.

“Begitu muncul kebutuhan mendesak, maka kolektor akan berkeliling menagih setoran ke OPD-OPD yang kebagian giliran. Polanya seperti bursa saham—transaksi periodik untuk memuaskan hasrat elit daerah,” tutur Fathir.

Gaya Hidup Hedon dan Dugaan Penyalahgunaan Jabatan

Fathir juga menyinggung gaya hidup mewah sang bupati yang kontras dengan narasi kesederhanaan yang selama ini ditampilkan di publik.

“Dulu keliling pakai vespa, sekarang sudah pakai moge dan mobil pribadi berharga wah. Ini jelas tidak sebanding dengan gaji ASN,” katanya menyorot.

Menurutnya, setoran rutin itu diduga menjadi sumber utama pembiayaan gaya hidup berlebihan tersebut. “Bupati termuda yang disebut ‘Bupati Ngabret’, ternyata menyimpan misteri berbahaya di balik pencitraannya,” tambah Fathir.

Reaksi Publik dan Langkah Galuh Pakuan

Kasus ini menimbulkan kegelisahan di kalangan ASN Subang yang merasa tertekan dengan budaya “setoran jabatan”. Beberapa pejabat disebut mulai enggan melanjutkan masa tugasnya, khawatir terseret dalam pusaran kasus. Sementara itu, Karatwan Galuh Pakuan menegaskan akan mengambil langkah hukum.

“Maka dalam waktu dekat kami akan menggelar kajian hukum yang melibatkan pakar-pakar antikorupsi. Hasilnya akan kami serahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),” tegas Fathir.

Ia juga mendesak aparat penegak hukum untuk tidak menutup mata terhadap dugaan praktik pungli terselubung yang menjelma menjadi sistem.

“Ini bukan hanya soal dr. Maxi. Ini soal keberanian membongkar penyakit akut di tubuh birokrasi Subang,” katanya.

Gelombang Tuntutan Transparansi

Gelombang reaksi publik semakin deras di media sosial, dengan tagar #SubangBersih dan #BongkarUpeti ramai diperbincangkan warga.

Sejumlah kelompok masyarakat sipil dan mahasiswa menilai pengakuan dr. Maxi harus menjadi pintu masuk penyelidikan serius oleh aparat penegak hukum.

“Kasus ini harus diusut tuntas. Jangan sampai keberanian seorang pejabat jujur malah berujung pembungkaman,” ujar salah satu aktivis antikorupsi Subang.

Hingga berita ini diturunkan, pihak Pemkab Subang belum memberikan klarifikasi resmi terkait pengakuan dr. Maxi dan pernyataan Fathir. Namun, publik Subang kini menunggu langkah tegas aparat hukum untuk membongkar praktik yang disebut-sebut sebagai “bursa saham birokrasi daerah” tersebut. (Red)


Warning: Attempt to read property "term_id" on bool in /home/u963642857/domains/mata.news/public_html/wp-content/themes/umparanwp/widget/widget-collection.php on line 7

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *