Sumpah Pemuda Ikrar Persatuan yang Tak Lekang oleh Zaman
Sumpah Pemuda Janji Suci Tanah Air
JAKARTA, Matanews – Tanggal 28 Oktober 1928 menjadi penanda penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Di hari itulah para pemuda dari berbagai daerah di Nusantara mengucap ikrar suci satu tanah air, satu bangsa, dan satu bahasa Indonesia. Ikrar ini kelak dikenal sebagai Sumpah Pemuda, tonggak lahirnya semangat kebangsaan yang menyatukan keberagaman suku, budaya, dan bahasa di bawah satu nama Indonesia.
Peristiwa monumental itu terjadi dalam Kongres Pemuda Kedua yang digelar di Batavia (kini Jakarta). Selama dua hari, para pemuda dari berbagai organisasi Jong Java, Jong Sumatera, Jong Celebes, Jong Ambon, dan lainnya berkumpul, berdiskusi, dan berdebat tentang masa depan bangsa. Mereka menatap jauh ke depan, membayangkan negeri merdeka yang berdiri di atas dasar persatuan.
Kongres pertama dua tahun sebelumnya, pada 1926, memang belum menghasilkan keputusan konkret. Namun, di sanalah benih kebersamaan mulai tumbuh. Dua tahun berselang, gagasan tentang “Indonesia yang satu” semakin matang, hingga akhirnya diwujudkan dalam ikrar Sumpah Pemuda yang ditulis oleh Mohammad Yamin dan dibacakan oleh Soegondo Djojopoespito.

Di tengah situasi politik yang penuh tekanan dari pemerintah kolonial Belanda, keberanian para pemuda kala itu sungguh luar biasa. Mereka bukan hanya berbicara tentang kesatuan, tetapi juga melawan rasa takut untuk menyuarakan cita-cita kemerdekaan. Bahkan, lagu “Indonesia Raya” karya Wage Rudolf Supratman untuk pertama kalinya dimainkan dengan biola dalam kongres itu secara diam-diam agar tidak memancing amarah penjajah.
Rumusan tiga poin Sumpah Pemuda menjadi dasar kuat pembentukan identitas nasional satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa. Nilai-nilai itu tetap hidup hingga kini, menjadi napas dalam setiap perjuangan dan pembangunan bangsa.

Peringatan Hari Sumpah Pemuda yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959 bukan sekadar seremonial. Ia adalah pengingat bahwa persatuan bukan hadiah, melainkan hasil perjuangan. Bahwa kemerdekaan tidak lahir dari satu daerah atau kelompok, tetapi dari tekad bersama untuk menjadi Indonesia.
Kini, hampir seabad kemudian, semangat itu kembali diuji. Di tengah derasnya arus globalisasi dan perbedaan pandangan politik, nilai-nilai Sumpah Pemuda menuntut untuk dihidupkan kembali kolaborasi, toleransi, dan cinta tanah air.
Seperti yang pernah dikatakan oleh Mohammad Yamin, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu mengingat jasa para pahlawannya.” Maka, memperingati Sumpah Pemuda bukan hanya mengenang masa lalu, tetapi juga menyalakan kembali api persatuan untuk masa depan.(Int)
Warning: Attempt to read property "term_id" on bool in /home/u963642857/domains/mata.news/public_html/wp-content/themes/umparanwp/widget/widget-collection.php on line 7








