Gaza Kembali Berdarah di Tengah Gencatan Senjata Israel!

Gaza 101 orang, termasuk 35 anak-anak, hanya dalam waktu kurang dari 12 jam.

101 Tewas Diserang Israel

GAZA CITY, Matanews— Serangan udara terbaru Israel kembali menghantam Jalur Gaza dan menewaskan sedikitnya 101 orang, termasuk 35 anak-anak, hanya dalam waktu kurang dari 12 jam. Serangan yang terjadi pada Selasa (28/10) malam itu menjadi salah satu yang paling mematikan sejak pengumuman gencatan senjata beberapa pekan lalu.

Menurut laporan badan pertahanan sipil Gaza dan data sejumlah rumah sakit utama di wilayah tersebut, korban tewas dan luka-luka membanjiri fasilitas medis hingga melampaui kapasitas ruang perawatan. Sekitar 200 orang lainnya dilaporkan mengalami luka-luka, sebagian besar akibat runtuhnya bangunan tempat tinggal dan tenda pengungsian.

“Sedikitnya 101 korban tewas dibawa ke rumah sakit, termasuk 35 anak-anak serta sejumlah perempuan dan lansia,” ujar Mahmud Bassal, juru bicara pertahanan sipil Gaza, kepada kantor berita AFP.

Bassal menambahkan bahwa serangan udara Israel “menyapu habis” beberapa tenda pengungsi dan kawasan padat penduduk di sekitar rumah sakit.

Gaza
Gaza 101 orang, termasuk 35 anak-anak, hanya dalam waktu kurang dari 12 jam.

Serangan Balasan di Tengah Gencatan Senjata

Militer Israel mengaku kembali membombardir Jalur Gaza setelah menuduh kelompok Hamas melanggar gencatan senjata dengan menembaki pasukan Israel di wilayah selatan.

Namun, serangan yang diklaim sebagai “operasi terbatas” itu justru memicu korban sipil dalam jumlah besar.
Dalam pernyataan resminya, Angkatan Bersenjata Israel (IDF) menyebut telah menargetkan “puluhan lokasi teror dan posisi komando Hamas.”

“Sebagai bagian dari serangan tersebut, IDF dan Badan Keamanan Israel (ISA) menyerang 30 teroris yang memegang posisi komando dalam organisasi teroris di Jalur Gaza,” tulis pernyataan tersebut, Rabu (29/10).

Israel kemudian menyatakan bahwa gencatan senjata Gaza tetap diberlakukan, setelah menyelesaikan serangan yang mereka sebut sebagai “respon atas pelanggaran.”

Gaza
Gaza 101 orang, termasuk 35 anak-anak, hanya dalam waktu kurang dari 12 jam.

Kematian di Tengah Kekacauan

Di sisi lain, militer Israel juga mengumumkan tewasnya salah satu tentaranya, Yona Efraim Feldbaum (37), dalam bentrokan di Rafah, Gaza bagian selatan. Feldbaum dikabarkan tewas ketika kendaraan teknik yang ditumpanginya terkena “tembakan musuh”.

Namun, pernyataan itu segera dibantah oleh Hamas. Dalam tanggapannya, kelompok tersebut menegaskan tidak bertanggung jawab atas insiden tersebut dan menuduh Israel mencari alasan untuk melanjutkan agresi militer.

“Para pejuang kami tidak ada hubungannya dengan penembakan di Rafah. Kami tetap berkomitmen pada gencatan senjata,” demikian pernyataan resmi Hamas.

Warga Gaza Terjebak di Antara Janji dan Bom

Serangan kali ini semakin memperburuk kondisi kemanusiaan di Jalur Gaza yang sudah hancur akibat perang berkepanjangan. Rumah-rumah, sekolah, hingga fasilitas medis kini nyaris tak tersisa.

Menurut data PBB, tiga perempat wilayah Gaza telah hancur total akibat serangan berulang selama dua tahun terakhir.

Sejumlah keluarga korban yang diwawancarai media lokal menggambarkan suasana mencekam sesaat setelah serangan terjadi.

“Kami sedang tidur di tenda ketika ledakan mengguncang langit. Anak-anak menjerit, dan semua orang berlari,” tutur seorang pengungsi di Khan Younis dengan mata sembab.

Gaza
Jalur Gaza setelah menuduh kelompok Hamas melanggar gencatan senjata dengan menembaki pasukan Israel di wilayah selatan. Namun, serangan yang diklaim sebagai “operasi terbatas” itu justru memicu korban sipil dalam jumlah besar.

Gencatan Senjata yang Rapuh

Deklarasi gencatan senjata yang seharusnya menjadi jalan menuju perdamaian tampak semakin rapuh. Di satu sisi, Israel menyatakan masih berkomitmen menegakkannya, namun di sisi lain, rentetan serangan udara terus berlangsung dengan dalih “penegakan hukum terhadap pelanggaran oleh Hamas”.

Analis regional menilai bahwa kondisi ini memperlihatkan absurditas konflik Gaza, di mana istilah “gencatan senjata” seringkali hanya menjadi perisai diplomatik bagi tindakan militer yang terus memakan korban sipil. (Zee)


Warning: Attempt to read property "term_id" on bool in /home/u963642857/domains/mata.news/public_html/wp-content/themes/umparanwp/widget/widget-collection.php on line 7

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *