Oknum TNI Hajar Siswa SMP, Hukum Militer Dinilai Tak Adil!
Oknum TNI Hajar Siswa SMP
MEDAN, Matanews – Kasus penganiayaan hingga menewaskan seorang siswa SMP berinisial MHS (15) oleh oknum TNI Sertu Riza Pahlivi menimbulkan gelombang reaksi publik usai Pengadilan Militer I-02 Medan menjatuhkan vonis 10 bulan penjara terhadap pelaku.
Putusan itu dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Letkol Ziky Suryadi pada sidang Senin (20/10). Dalam amar putusannya, hakim menyatakan Sertu Riza terbukti bersalah karena kealpaan yang menyebabkan kematian orang lain, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer.
“Menyatakan perbuatan terdakwa, yaitu Riza Pahlivi, terbukti bersalah melakukan tindak pidana karena kealpaan menyebabkan kematian orang lain. Menjatuhkan pidana penjara selama 10 bulan,” ujar Ziky dalam persidangan.

Selain hukuman penjara, terdakwa juga diwajibkan membayar restitusi sebesar Rp 12,7 juta kepada keluarga korban. Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan Oditur Militer, yang sebelumnya menuntut 1 tahun penjara dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Sertu Riza diberikan waktu tujuh hari untuk menentukan sikap apakah menerima putusan tersebut atau mengajukan banding. Menanggapi putusan itu, Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen Rio Firdianto enggan memberikan penilaian langsung terhadap berat atau ringannya vonis.
“Saya pelajari dulu ya, karena itu bukan bidang saya lagi. Jadi saya tidak bisa menjawab ringan atau beratnya hukuman, sebab itu sudah ranah Pengadilan Militer,” ujar Rio saat ditemui di Medan, Selasa (21/10/2025).
Rio menegaskan bahwa setiap anggota TNI yang terbukti melakukan pelanggaran, baik disiplin maupun pidana, akan diproses sesuai aturan hukum yang berlaku.
“Kalau pelanggaran disiplin, kita tindak disiplin. Kalau pidana, kasusnya dilimpahkan ke Polisi Militer, kemudian ke Oditur dan Pengadilan Militer,” jelasnya.
Vonis Ini Lukai Rasa Keadilan
Vonis 10 bulan itu langsung menuai kritik keras dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan. Direktur LBH Medan, Irvan Saputra, menilai hukuman tersebut tidak sebanding dengan hilangnya nyawa seorang anak.
“Hakim memperparah hancurnya keadilan dengan memutus terdakwa hanya 10 bulan penjara. Bahkan lebih ringan dari putusan untuk maling ayam. Maling ayam saja bisa dihukum satu atau dua tahun, ini nyawa manusia hanya dihargai 10 bulan,” ujar Irvan dengan nada geram.

Menurut Irvan, putusan ini menunjukkan ketimpangan dalam sistem hukum militer dan lemahnya perlindungan terhadap korban kekerasan oleh aparat berseragam. LBH Medan mendesak agar ada evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme peradilan militer agar tidak menimbulkan kesan impunitas.
Kasus ini bermula dari penganiayaan yang dilakukan Sertu Riza terhadap MHS, siswa SMP di Medan. Dalam insiden tersebut, korban mengalami luka parah dan meninggal dunia akibat kekerasan fisik yang diterimanya. Proses hukum berjalan di Pengadilan Militer I-02 Medan, bukan di pengadilan umum, karena pelaku merupakan anggota aktif TNI.
Putusan 10 bulan terhadap Sertu Riza kembali memunculkan perdebatan publik tentang transparansi dan akuntabilitas peradilan militer di Indonesia. Bagi sebagian kalangan, hukuman itu dianggap tidak sebanding dengan kehilangan nyawa seorang remaja.Namun bagi aparat militer, putusan tersebut dianggap telah sesuai prosedur hukum internal yang berlaku. (Zee)
Warning: Attempt to read property "term_id" on bool in /home/u963642857/domains/mata.news/public_html/wp-content/themes/umparanwp/widget/widget-collection.php on line 7








