Sidang Prada Lucky Tanggung Jawab Komandan dan Luka di Tubuh Militer
Sidang Tewasnya Prada Lucky Fakta Sadis di Barak Militer!
JAKARTA- Matanews, Sidang kasus penganiayaan yang menewaskan Prajurit Dua (Prada) Lucky Chepril Saputra Namo dari Yonif 834/MW kembali digelar di Pengadilan Militer III-15 Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada Senin, (3/11/2025). Persidangan yang menjadi sorotan publik ini menghadirkan saksi kunci, Prajurit Satu (Pratu) Pertrus Kanisius Wae, untuk memberikan kesaksian terhadap terdakwa utama, Letnan Satu (Lettu) Ahmad Faisal.
Sidang yang dipimpin oleh Hakim Ketua Mayor Chk Subiyatno dengan dua hakim anggota, Kapten Chk Dennis Carol Napitupulu dan Kapten Chk Zainal Arifin Anang Yulianto, menjadi salah satu momen penting dalam mengurai tanggung jawab komando atas kematian tragis prajurit muda tersebut. Oditur Militer Letkol Yusdiharto turut hadir mewakili penuntut umum militer.
Ini merupakan sidang ketiga dari rangkaian persidangan setelah dua sidang sebelumnya pada 27 dan 28 Oktober 2025. Agenda kali ini berfokus pada pemeriksaan saksi dan penelusuran sejauh mana tanggung jawab komandan terhadap tindakan bawahannya.
Derita Prada Lucky Penyiksaan, Pengakuan Paksa, dan Akhir Tragis
Dalam pembacaan berkas dakwaan, oditur mengungkapkan fakta memilukan. Antara 27 hingga 31 Juli 2025, Prada Lucky mengalami beragam bentuk penyiksaan fisik di lingkungan batalyon. Ia disebut dicambuk dengan selang air, dipukul, dan dipaksa mengakui perbuatan menyimpang secara seksual oleh para seniornya.
Salah satu nama yang menonjol dalam perkara ini adalah Lettu Ahmad Faisal, komandan kompi yang disebut tidak menghentikan kekerasan terhadap bawahannya. Dakwaan menegaskan bahwa Faisal mengetahui dan membiarkan tindakan brutal tersebut terjadi di lingkup tanggung jawabnya.
“Sidang kali ini akan menjadi kunci untuk menilai apakah terdakwa memiliki peran aktif, atau setidaknya lalai dalam menghentikan tindakan bawahannya,” ujar salah satu anggota majelis hakim saat membuka sidang.

Dakwaan Berat Tanggung Jawab Komando dan Potensi Hukuman
Lettu Ahmad Faisal didakwa melanggar Pasal 131 ayat (1) jo ayat (2) dan Pasal 132 KUHPM jo Pasal 131 ayat (3) KUHPM, yang mengatur tentang tanggung jawab komando di lingkungan militer.
Selain Faisal, terdapat empat prajurit lain Pratu Ahmad Ahda, Pratu Emeliano De Araujo, Pratu Petrus Nong Brian Semi, dan Pratu Aprianto Rede Radja yang juga diadili dengan ancaman hukuman hingga sembilan tahun penjara. Mereka disebut ikut serta dalam penganiayaan yang menyebabkan kematian Prada Lucky.
Kronologi Kasus Dari Barak ke Rumah Sakit
Prada Lucky Namo, 23 tahun, diketahui meninggal dunia pada 6 Agustus 2025 di RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo, setelah mengalami luka-luka berat akibat dugaan penganiayaan.
Sebelum mengembuskan napas terakhir, Lucky sempat dirawat di ruang ICU selama dua hari. Kematian itu memicu kehebohan di kalangan TNI dan masyarakat Nusa Tenggara Timur.
Komandan Brigif 21/Komodo, Letkol Inf Agus Ariyanto, membenarkan peristiwa tersebut dan menyebut sebanyak 20 personel TNI, termasuk seorang perwira, telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh pihak penyidik.

Pengawasan Diperketat: TNI AD Janji Perbaiki Pembinaan
Kasus kematian Prada Lucky menjadi tamparan keras bagi TNI Angkatan Darat (AD). Kepala Dinas Penerangan Angkatan Darat (Kadispenad) Brigjen TNI Wahyu Yudhayana menegaskan bahwa pihaknya kini memperketat pengawasan internal, mulai dari kegiatan pembinaan, latihan, hingga operasional satuan di lapangan.
“Setelah pembinaan dilaksanakan, prajurit diharapkan memahami mana yang seharusnya dilakukan dan mana yang tidak. Kegiatan pembinaan harus membawa manfaat, bukan menimbulkan kerugian atau penderitaan bagi sesama prajurit,” ujar Wahyu.
Ia menambahkan, sistem pengawasan berlapis akan diterapkan di seluruh satuan, termasuk mekanisme pelaporan yang lebih ketat bagi atasan langsung agar tidak terjadi pembiaran terhadap kekerasan di lingkungan militer.
Harapan Keluarga dan Sorotan Publik
Keluarga besar Prada Lucky masih menantikan keadilan dan transparansi atas kematian anak mereka. Pihak keluarga berharap persidangan ini tidak berhenti pada tingkat pelaku lapangan, tetapi juga menggugah perubahan budaya di lingkungan TNI yang masih menyisakan praktik kekerasan dalam pembinaan.
“Lucky bukan hanya korban, tapi simbol dari perlunya reformasi kedisiplinan militer yang manusiawi,” ujar salah satu anggota keluarga di luar ruang sidang.

Penutup: Sidang Berlanjut, Publik Menanti Keadilan
Sidang berikutnya dijadwalkan pekan depan dengan agenda pemeriksaan saksi tambahan dan pembacaan bukti dokumen. Publik menanti, apakah tanggung jawab komando benar-benar ditegakkan, atau kasus ini akan berakhir seperti banyak perkara serupa yang meredup di tengah jalan.
Kematian Prada Lucky kini menjadi cermin gelap yang menuntut terang di tubuh militer Indonesia bahwa disiplin tidak boleh lahir dari kekerasan, dan kepemimpinan sejati menuntut keberanian untuk mencegah kezaliman, bahkan di dalam barak sendiri.(Zee)
Warning: Attempt to read property "term_id" on bool in /home/u963642857/domains/mata.news/public_html/wp-content/themes/umparanwp/widget/widget-collection.php on line 7








