- Korsabhara Baharkam Polri, Perkuat Sistem Manajemen Pengamanan (SMP) Obvitnas
- 23 Gereja Ikuti Seminar HUT PGBP ke-47, Pemerintah Apresiasi Peran Gereja di Wamena
- Gas 3Kg Langka di Rumpin, Mafia Suntikan Gas Diduga Dapat Perlindungan Oknum
- Persidangan Tony Sujana: Brian Praneda, SH, Kuasa Hukum, Ungkap Manipulasi Mafia Tanah
- Mandul Tangani Korupsi Triliunan, ETOS: Copot Jaksa Agung dan Bubarkan KPK!
- Dua Mahasiswa STAIS Al Azhary Diskorsing Sepihak, Legalitas Kampus Dipertanyakan
- Kelurahan Pisangan Timur Tindaklanjuti Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 05 Tahun 2025
- Dittipidter Bareskrim Polri Ungkap Perdagangan Ilegal Gading Gajah di Sukabumi dan Jakarta
- Hari Terakhir Operasi Berantas Jaya 2025, 34 Pelaku Pungli Diamankan di Cengkareng
- Kapolda Lampung Imbau Warga Pesawaran Tetap Tenang Menunggu Hasil Resmi PSU
Dua Mahasiswa STAIS Al Azhary Diskorsing Sepihak, Legalitas Kampus Dipertanyakan
STAIS Al Azhary Cianjur.

Keterangan Gambar : Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIS) Al Azhary Cianjur.
MATANEWS, Cianjur — Dunia akademik kembali tercoreng dengan tindakan represif yang dialami dua mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAIS) Al Azhary Cianjur. Aldi Asgari dan Muhammad Nurzaman, mahasiswa Prodi Hukum Keluarga Islam, diskorsing tanpa pemberitahuan resmi setelah melayangkan tuntutan kepada pihak kampus pada 5 Maret 2024.
Tuntutan mereka tidaklah sembrono, melainkan menyangkut isu-isu fundamental yang seharusnya menjadi perhatian serius, di antaranya:
1. Kejelasan masa jabatan Rektor STAIS yang telah habis tanpa adanya pemilihan atau perpanjangan SK.
Baca Lainnya :
- Kelurahan Pisangan Timur Tindaklanjuti Instruksi Gubernur DKI Jakarta No. 05 Tahun 2025
- Hari Terakhir Operasi Berantas Jaya 2025, 34 Pelaku Pungli Diamankan di Cengkareng
- Kapolda Lampung Imbau Warga Pesawaran Tetap Tenang Menunggu Hasil Resmi PSU
- Polrestabes Bandung Amankan Ketat Konvoi Selebrasi Juara Persib Liga 1 2024-2025
- Dirresnarkoba Polda Jabar Berikan Tali Asih ke Panti Asuhan Bhakti Luhur Bandung
2. Keabsahan legal standing kampus akibat keberadaan dua plang yayasan berbeda.
3. Permintaan agar kampus secara terbuka menghadirkan dua pihak yayasan guna menjelaskan keabsahan STAIS Al Azhary di hadapan mahasiswa.
Namun, aksi kritis yang mereka lakukan justru berujung pada pembungkaman. Aldi mengungkapkan bahwa ia dan rekan seperjuangannya mengalami intervensi dan tekanan hebat baik saat aksi maupun pasca aksi. Bahkan, pihak kampus sempat mengancam akan memberikan surat DO, namun hingga kini tidak ada surat resmi yang mereka terima.
"Yang ada malah nama kami tiba-tiba hilang dari sistem, dan status di PDDikti berubah menjadi cuti. Ini jelas pemecatan terselubung dan bentuk pembungkaman akademik," ujar Aldi saat diwawancarai pada 20 Mei 2025.
Lebih memprihatinkan, kata Aldi, tidak ada respons atau sikap pembelaan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STAIS Al Azhary. Baik pengurus BEM sebelumnya maupun periode terbaru dinilai abai terhadap kasus ini. Aldi menduga ketidakberanian BEM bersuara lantang disebabkan adanya relasi harmonis antara lembaga kampus dan BEM, sehingga mereka memilih diam.
"Kalau tuntutan kami yang substansial ini dibiarkan tanpa tanggapan, saya yakin dampaknya akan lebih besar dari sekadar dua mahasiswa yang diskors. Ini bisa mengarah pada dugaan kampus ilegal, ijazah tidak sah, bahkan potensi penutupan oleh pemerintah," tegas Aldi.
Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, mahasiswa berhak mendapatkan perlakuan yang adil dan transparan dalam setiap proses administrasi. Tindakan memutus status mahasiswa tanpa pemberitahuan adalah pelanggaran serius terhadap prinsip good governance dalam dunia pendidikan.
"Kami bukan sedang mencari masalah, tapi menyuarakan keresahan yang berdampak pada masa depan seluruh mahasiswa. Jika hari ini kami diam, besok bisa lebih banyak mahasiswa yang dirugikan," ujar Aldi.
Aldi juga menyerukan agar pihak pengawas institusi pendidikan tinggi, termasuk Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan, turut serta mengusut persoalan ini secara serius.
"Sudah terlalu lama ini dibiarkan. Kami butuh tindakan nyata. Mahasiswa harus dikawal, tidak dibungkam. Jika suara mahasiswa dibungkam, lalu mimbar akademik ini untuk siapa?" pungkas Aldi.
Kasus ini menjadi alarm bagi seluruh civitas akademika di Indonesia, bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi mahasiswa tidak boleh dikekang. Tri Dharma Perguruan Tinggi tidak bisa berjalan jika mahasiswa yang kritis justru dikorbankan.
"Saya harap mahasiswa lain dan pihak penegak hukum ikut mengawal kasus ini. Kalau tidak, ini akan menjadi bom waktu yang bisa merugikan banyak mahasiswa di masa depan," tutup Aldi.
Hingga berita ini diturunkan, pihak STAIS Al Azhary Cianjur belum memberikan pernyataan resmi. (Red)
