- Kanit Reskrim Polsek Koja Amankan Dua Remaja yang Jadi Admin Akun Tawuran di Medsos Instagram
- Polres Metro Jakarta Timur gelar patroli cipta kondisi Harkamtibmas jelang pemungutan suara Pilkada
- Kapolsek Koja Gelar Program Ngopi Kamtibmas bersama Warga
- Kapolri Pastikan Kabag Ops Polres Solok Selatan Di Pecat dan di Proses Pidana
- Polda Metro Jaya Turunkan 3.500 Personel untuk Pengamanan Kampanye Akbar Cagub DKI Jakarta
- Polri Ungkap 397 Kasus TPPO,Mengamankan 482 tersangka dan Selamatkan 904 Korban dalam Satu Bulan
- Kasat Reskrim Polres Solok Selatan Tewas Ditembak Rekannya
- Personel Samapta Polsek Pademangan Sampaikan Pesan Kamtibmas Usai Shalat Jumat
- Polsek Koja Gelar Program Jumat Curhat bersama Warga di Kel. Rawabadak Utara
- APEL KESIAPAN PENGAMANAN TAHAP PEMUNGUTAN SUARA OPERASI MANTAP PRAJA JAYA 2024
ITW: Permasalahan Lalu Lintas dan Aksi Ojol Bisa Memicu Konflik Besar di Indonesia
Ketua Presidium ITW
Keterangan Gambar : Ketua Presidium ITW, Edison Siahaan
MATANEWS, Jakarta — Indonesia Traffic Watch (ITW) menyuarakan keprihatinan mereka terhadap situasi lalu lintas di Indonesia, khususnya setelah aksi ribuan pengemudi ojek online (Ojol) yang terjadi pada Kamis, 29 Agustus 2024. Ketua Presidium ITW, Edison Siahaan, menilai bahwa permasalahan ini berpotensi memicu konflik sosial yang lebih besar jika tidak ditangani dengan baik oleh pemerintah.
Menurut Edison, aksi yang dilakukan oleh para pengemudi Ojol hanya merupakan puncak dari permasalahan lalu lintas yang terabaikan selama ini. "Aksi-aksi seperti ini akan terus digelar, sebagai hasil dari ternak yang dilakukan oleh Pemerintah, selama ini," ujar Edison. Ia menyoroti berbagai isu yang belum terselesaikan, termasuk hubungan antara pengemudi Ojol dan perusahaan aplikasi, serta status hukum Ojol yang masih ilegal karena belum diatur dalam UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
ITW mengingatkan bahwa permasalahan lalu lintas di Indonesia membutuhkan penanganan yang lebih komprehensif dan permanen. Edison Siahaan menekankan pentingnya bagi Presiden terpilih untuk menunjuk Menteri Perhubungan yang tidak hanya memiliki kompetensi dan integritas, tetapi juga pemahaman yang mendalam tentang lalu lintas. Menteri ini harus mampu membangun koordinasi dan sinergi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk mencari solusi efektif dan permanen bagi permasalahan lalu lintas yang beragam.
Baca Lainnya :
- Pasangan Robinsar-Fajar Resmi Daftar ke KPU Cilegon, Outfitnya Punya Arti Muda Bekerja Untuk Masyara
- Terkait Dugaan Pelecehan Seksual, Security Perumahan Ciganjur Dilaporkan ke Polres Jaksel
- Ditreskrimsus Polda Metro Tangkap Pembobolan Server Eload Smartfren
- Ditreskrimsus Polda Metro Tangkap Pelaku Pembobolan Akun Binance Senilai Rp 311 Juta
- Samsat Jaksel Ramah Anak dan Siapkan Minuman Dingin di Tiap Lantai
"Beragam permasalahan lalu lintas sampai saat ini belum dapat diselesaikan secara komprehensif, sehingga potensi memicu terjadinya konflik sosial dan menghambat pertumbuhan ekonomi nasional sangat besar," jelas Edison.
Edison juga mengingatkan bahwa permasalahan akibat menjamurnya angkutan umum berbasis aplikasi sudah lama diprediksi akan menjadi ancaman terhadap stabilitas transportasi umum. "Permasalahan ini memiliki potensi memicu gejolak dan dampak akibat terbentuknya kekuatan sosial yang sulit dikendalikan," tambahnya.
Salah satu tuntutan utama pengemudi Ojol dalam aksi tersebut adalah penghapusan potongan tarif yang dianggap tidak adil oleh pihak aplikasi, yang mencapai 30-40 persen. Mereka juga mendesak pemerintah untuk mengatur dan melegalkan status pekerjaan Ojol dengan memasukkannya ke dalam undang-undang, mengingat saat ini sepeda motor belum diakui sebagai angkutan umum di bawah UU No 22 Tahun 2009.
"Karena status hukum Ojol masih ilegal, pengemudi Ojol menjadi korban dari sikap sewenang-wenang pihak perusahaan aplikasi. Pemerintah pun belum bisa berbuat banyak untuk memenuhi rasa keadilan para pengemudi Ojol," kata Edison.
ITW juga mengingatkan bahwa peringatan mengenai potensi konflik ini sebenarnya sudah disampaikan sejak lama. Pada tahun 2015, Menteri Perhubungan saat itu, Ignasius Jonan, telah mengirimkan surat kepada Kapolri untuk mengambil tindakan tegas terhadap penggunaan kendaraan pribadi sebagai angkutan umum tanpa memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan serta Peraturan Pemerintah No 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan. Namun, surat tersebut tidak mendapat tanggapan yang memadai dari Kapolri dan pihak-pihak terkait.
"Sayangnya, pemerintah seperti beternak konflik dengan membiarkan praktik pelanggaran hukum terjadi. Akibatnya, jumlah kendaraan bermotor yang beroperasi sebagai angkutan umum tanpa memenuhi persyaratan terus bertambah," tutup Edison.
Edison berharap pemerintahan yang baru dapat memberikan solusi yang efektif dan permanen untuk permasalahan lalu lintas di kota-kota besar Indonesia. Permasalahan lalu lintas yang tidak terselesaikan tidak hanya menyebabkan kerugian materi dan kesehatan, tetapi juga meningkatkan polusi udara yang merugikan masyarakat. ITW mendesak semua pihak untuk bekerja sama demi masa depan lalu lintas Indonesia yang lebih baik. (Wly)