- Polsek Pademangan Launching Gugus Tugas Polri untuk Dukung Ketahanan Pangan Nasional
- Kapolri Bersama Panglima TNI Tinjau Kesiapan Program Ketahanan Pangan di Jawa Tengah
- Ngopi Kamtibmas Polsek Kelapa Gading Bersama Warga RW 06 Kelapa Gading Barat
- Wapres Gibran Rakabuming Tinjau Banjir Rob di Muara Angke
- Polsek Koja Gelar Ngopi Kamtibmas di Kelurahan Koja
- Kapolsek Kelapa Gading Gelar Apel Kesiapan dan Pengecekan Perlengkapan Pengamanan Pilkada 2024
- Satresnarkoba Polres Jakbar Edukasi Bahaya Narkoba di SMK Muhammadiyah 4 Palmerah Jakarta Barat
- Kapolri dan Panglima TNI Hadiri Doa Bersama Lintas Agama di Semarang,Jawa Tengah
- Kapolri dan Panglima TNI Luncurkan Gugus Tugas Polri :Dukung Program Swasembada Pangan
- Polda Metro Jaya Terapkan Pendekatan Holistik Tangani Judi Online di Kalangan Personel Polri
Draf Revisi UU Penyiaran Menuai Kontroversi, ETOS: Media Punya Siapa?
RUU Penyiaran
Keterangan Gambar : Istimewa
MATANEWS, Jakarta – Draf revisi Undang-Undang Penyiaran yang tengah dibahas di legislatif menuai kontroversi. Direktur Eksekutif ETOS Indonesia Institute, Iskandarsyah, menyampaikan kritik tajam terhadap rancangan undang-undang ini dalam sebuah diskusi di Jakarta Pusat, Selasa (28/5/2024).
Iskandarsyah, yang juga dikenal sebagai pengamat politik, menyoroti dominasi kekuasaan atas media di Indonesia.
"Pers kita hari ini hampir 80% adalah milik kekuasaan, bukan milik rakyat. Siapa yang punya uang maka bisa berbicara apapun di media, sebaliknya jika hanya rakyat biasa maka selesai semua," tegas Iskandarsyah.
Baca Lainnya :
- PWI Depok Mengecam Pengusiran Wartawan di Proyek Alun-alun Bojongsari
- ETOS: Dimyati Natakusuma Tak Bisa Dibendung di Pilkada Banten 2024
- Polresta Bandara Soetta Gelar Pelayanan SIM Keliling, Ratusan ASN dan Karyawan Antusias
- Pangdam Jaya Beri Penghargaan kepada Kapolsek Mampang Prapatan Kompol David Y Kanitero
- Irjen Dedi Raih Rekor MURI Perwira Tinggi Polri Penulis Buku Terbanyak
Menurutnya, hal ini memungkinkan kekuasaan untuk sewenang-wenang merevisi UU Penyiaran, khususnya terkait aturan investigasi media yang terlalu detail.
Iskandarsyah mengutip ucapan Irman Putra Sidin mengenai adanya "cinta segitiga" antara eksekutif, legislatif, dan pers.
"Rakyat benar-benar dibungkam. Revisi UU Penyiaran yang sedang digodok legislatif ini menunjukkan tanda-tanda bahwa cinta segitiga tersebut akan pecah, karena cinta segitiga tidak akan pernah abadi," katanya mengulangi kutipan Irman Putra Sidin.
Iskandarsyah juga mengkritik media mainstream yang menurutnya bersifat transaksional, dengan menetapkan tarif tertentu untuk setiap berita yang ingin diangkat.
"Pers seharusnya menjadi sarana informasi untuk masyarakat, bukan hanya alat penguasa atau bos besar. Meski demikian, masih ada media yang tetap menjaga idealismenya sebagai penyampai informasi untuk rakyat tanpa harus menetapkan harga untuk setiap berita." paparnya.
Dalam pandangannya, revisi UU Penyiaran yang membatasi investigasi media adalah bentuk pemenjaraan pikiran para jurnalis yang masih berdedikasi.
"Kalau yang transaksional, tak perlu ikut-ikutan demo atau apalah namanya, karena itu ulah bos-bos kalian juga," tutup Iskandarsyah dengan nada tajam.
Revisi UU Penyiaran ini memang menjadi isu hangat, dengan banyak pihak yang merasa khawatir bahwa kebebasan pers dan kebebasan berekspresi akan terancam. Berbagai organisasi pers dan kelompok pro-demokrasi telah menyuarakan penolakan mereka terhadap beberapa pasal dalam draf revisi yang dianggap membatasi ruang gerak jurnalis dan media dalam menjalankan tugas mereka.
Kontroversi ini diharapkan dapat memicu diskusi lebih lanjut di kalangan legislatif dan publik, serta mendorong keterlibatan lebih banyak pihak dalam penyusunan regulasi yang adil dan demokratis. (Wly)